TWENTIETH RUN
That
light, that light, please illuminate my sins
Where I
can’t turn back the red blood is flowing down
Deeper,
I feel like dying every day
Please
let me be punished
Please
forgive me for my sins
Please
“Namjoon
a, apa yang harus kulakukan? Aku sungguh muak dengan semua hal ini? Kenapa
semuanya berubah menjadi seperti ini?”
“Taehyung, apa yang terjadi? Di mana kau? Taehyung.
Kim Taehyung ....” Namjoon bangkit dengan cepat dari tempat tidurnya ketika dia
mendengar suara yang datang dari teleponnya. Dia mencoba mencari ke sekeliling
ruangan untuk pemuda yang seharusnya ada di sana. Ke mana dia pergi? Apakah dia
pulang tanpa memberi tahu kepada Namjoon?
Saat itu sudah larut malam. Semua orang seharusnya
sudah tidur, begitu pula Namjoon. Dia sangat memerlukannya. Namun waktu
istirahatnya terganggu oleh sebuah panggilan telepon.
Suara Taehyung terdengar sangat serak dan bergetar.
Dia menangis dan terus menangis tanpa menjawab pertanyaan Namjoon.
“Aku sangat
ingin semua hal kembali seperti semula.”
☆☆☆☆☆☆☆
Dia berlari tanpa henti. Berlari dan terus berlari.
Tidak ada tujuan yang ingin dicapai. Dia hanya terus mengikuti lingkaran yang
sama. Terus bertemu dengan jalan buntu yang sama. Dia tidak dapat keluar dari
labirin ini. Sekelilingnya begitu gelap. Dia tidak pantas mendapatkan cahaya di
dalam kehidupannya. Dia adalah seorang pendosa. Dan tidak peduli seberapa keras
dia menangis dan berteriak meminta seseorang untuk mengeluarkannya dari sana,
tidak ada seorang pun yang mendengarnya. Satu-satunya hal yang mengawasinya
hanyalah sosok kecil yang memegang mainan sambil memperhatikan gerak-gerik
Taehyung dari setiap sudut. Sosok itu adalah kesalahannya. Penghakimannya. Dia
telah menantinya untuk melakukan kesalahan yang sama untuk kembali
menghakiminya sekali lagi. Dan dia telah kalah dalam pertarungan ini. Sekali
lagi dia melakukan kesalahan yang sama. Dia membiarkan Jimin mati seperti kakak
laki-lakinya mati.
☆☆☆☆☆☆☆
“Taehyung a,
ikuti aku. Aku akan menunjukkan cara untuk menggambarnya.”
Terdapat Taehyung yang memegang krayon merah di
atas kertas putih. Taehyung kecil memperhatikan pemuda yang sedang menggambar
garis dan dia mencoba menirukannya dengan krayon lain. Sesekali dia menarik
garisnya melewati garis milik kakaknya. Taehyung mencoba mengusik kakaknya namun
pemuda tersebut tidak merasa terganggu. Malahan dia membalas dendam kepada
lengan Taehyung. Tawa canda terdengar ke seluruh penjuru. Mereka tersenyum pada
satu sama lain seakan tidak ada hal lain untuk dikhawatirkan.
☆☆☆☆☆☆☆
“Hyung ...
Hyung ... aku dapat penghargaan dari sekolah. Lihat lukisanku.”
Taehyung kecil berlari ke arah kakak laki-lakinya
yang terlihat sedang berdiri di dalam sebuah gang kecil di dekat rumah mereka
bersama salah satu temannya. Mereka sedang berbicara dengan serius sebelumnya
namun Taehyung tidak menyadarinya. Dia hanya ingin membanggakan prestasinya
pada kakaknya.
“Whoa
Taehyungie, kau luar biasa.” Bukannya kakaknya malahan pemuda yang satu
lagi yang memuji Taehyung. Kakaknya tidak mengatakan apa pun.
“Siapa
orang ini, Hyung?”
Taehyung mendapatkan firasat janggal ketika dia
melihat pemuda tersebut. Ada sesuatu yang berbeda dengan pemuda itu. Taehyung
menyembunyikan diri di belakang kakaknya. Dia tidak menyukai cara pemuda itu
berinteraksi dengan kakaknya atau pun mengenai pandangan matanya.
☆☆☆☆☆☆☆
“Taehyung, di mana kakakmu?” Saat itu sudah larut
malah dan Taejun masih belum pulang. Itulah sebabnya ayahnya menanyai Taehyung
ketika dia baru saja pulang kerja.
Taehyung kecil berhenti memainkan mainan dan
menatap ayahnya dengan tatapan tak bersalah dan sedikit kesal. “Hyung bilang dia mau keluar dengan
temannya. Aku tidak boleh ikut dengan mereka.”
Taehyung sudah mengetahui sejak pertama kali
melihatnya, dia tidak akan menyukai pemuda yang datang bersama Taejun. Pemuda
itu memonopoli seluruh waktu kakaknya.
☆☆☆☆☆☆☆
Taejun sedang bertengkar dengan ayah mereka.
Taehyung tidak dapat memasuki rumah. Dia tahu takut bahwa ayahnya akan
memarahinya pula. Dia menangis sambil memegangi mainannya. Dia berharap situasi
bising ini segera berlalu. Dia ingin memasuki rumah. Dia ingin bermain dengan
kakaknya.
Mengapa mereka lagi-lagi bertengkar?
Mengapa ayah mereka marah kepada Taejun?
Apa kesalahan Taejun?
Apa dia makan sambil memainkan mainannya? Atau dia
tidak mau makan sayur? Ayah selalu memarahi Taehyung karena itu.
☆☆☆☆☆☆☆
Taehyung menangis sambil berlari. Langkah kaki kecilnya
terhenti beberapa kali karena tersandung namun dia tidak berhenti. Dia harus
mencari seseorang untuk membangunkan kakaknya.
Seseorang
tolong bantu kakaknya.
Ada kolam berwarna merah di dalam kamar mandi.
Kakaknya tertidur di dalam sana. Dia akan masuk angin. Taehyung tidak bisa
membangunkan kakaknya. Taejun pasti merasa sangat kesakitan karena itu dia
berdarah. Taehyung selalu menangis kesakitan setiap kali terjatuh dan lututnya
cedera.
☆☆☆☆☆☆☆
“Taehyung a,
bisakah kamu berjanji satu hal denganku?”
“Apa itu,
Hyung?”
“Hiduplah
dengan bahagia. Kau harus bahagia apa pun yang terjadi.”
☆☆☆☆☆☆☆
Taehyung berjalan menyusuri lorong sambil mengusap
air mata dari pipi. Setelah membetulkan letak tudung jaketnya, dia menderapkan
langkahnya ke ujung lorong tersebut. Lubang
nerakanya. Namun berada di tempat itu tidak pernah begitu terasa lebih baik
sebelum saat ini. Ini adalah tempatnya seharusnya tinggal, bukan tempat lain.
Terdapat suara yang bising di dalam. Ayahnya
mungkin lagi-lagi mabuk. Dia selalu mabuk semenjak Taejun meninggal. Inilah
yang Taehyung butuhkan.
“Itu adalah kesalahanmu sudah melahirkan monster
seperti itu!”
“Berhenti memanggil anakmu sendiri monster.”
“Kau tahu apa yang dia lakukan. Dia hanya membawa
aib buat keluarga.”
Ibunya mencoba mengatakan sesuatu untuk membela apa
yang ayahnya katakan namun pria itu menamparnya dengan penuh emosi. Taehyung
hendak memasuki ruangan untuk menghentikan ayahnya mencelakai ibunya namun
langkah kakinya terhenti di tengah jalan karena mendengar apa yang ayahnya
katakan selanjutnya.
“Kau tahu? Aku senang dia sudah mati karena kalau
tidak akulah yang akan membunuhnya sendiri dengan tanganku. Aku bilang itu
padanya. Beraninya dia bilang padaku untuk membiarkan dia seperti itu. Dia itu
anak laki-laki.”
Mereka
sedang bertengkar mengenai Taejun.
Ayahnyalah yang mendorong Taejun pada kematian.
Dialah yang menyuruh Taejun untuk membunuh diri. Bagaimana bisa dia mengatakan
hal seperti itu pada darah dagingnya sendiri? Taehyung merasakan darahnya
mendidih. Dia tidak dapat melihat apa pun di hadapannya lagi. Telinganya
berdenging keras. Napasnya tercekat pendek. Taehyung meraih apa pun yang bisa
dia dapatkan dalam perjalanannya memasuki ruangan tersebut.
“TAEHYUNG A!”
Dia mendengar teriakan ibunya namun tidak sekali
pun dia berhenti. Wanita itu memeganginya namun Taehyung menyingkirkan ibunya.
Taehyung tidak dapat melihat apa pun selain warna merah. Dan sebelum dia
menyadarinya, tangannya pun telah dikotori oleh warna merah. Darah.
Ibunya menangis pilu sambil memeluknya. Dengan
putus asa dia mencoba menghentikan Taehyung.
Apa yang baru saja terjadi?
Sang
iblis terbaring di atas lantai.
☆☆☆☆☆☆☆